Minggu, 19 Februari 2012

PERUSAKAN ALAM

Faisal Nobel :
 AGAKNYA mayoritas orang tidak keberatan jika Indonesia dinilai sebagai firdaus tropis atau sepotong surga yang dipindah ke bumi. Seabrek dalil diajukan untuk meyakinkan siapapun: tanah yang subur, hutan ijo royo-royo, hanya kenal dua musim, wilayah luas, letak strategis, sumber alam kaya dan aduhai masih banyak lagi pujian lainnya. Memang sulit untuk dibantah, kehadiran beberapa bangsa asing untuk berdagang, bermukim bahkan ada juga yang menjajah membuktikan kedua ungkapan tersebut di atas. Mestinya atau idealnya, bangsa ini menjadi makmur.

Namun di dunia ini ternyata banyak terjadi hal yang tak ideal, tak logis atau tak semestinya. Dan Indonesia menjadi contoh sempurna betapa kejanggalan tersebut hadir dan setia mendampingi negeri dan tentu saja bangsa ini. Bangsa ini terbelakang: miskin dan bodoh menaunginya, bahkan diperparah oleh berbagai perusakan alam. Sulit dijelaskan dari mana berawal seperti sulit menjelaskan duluan ayam apa telur. Apakah keterbelakangan tersebut menggoda orang merusak alam ataukah perusakan alam tersebut berakibat keterbelakangan, terutama kemiskinan?

Bagi orang yang percaya ada Tuhan, semua sepakat bahwa alam adalah ciptaan-Nya. Dalam kitab suci, Tuhan mencipta alam baik adanya untuk jenis makhluq yang dimuliakan-Nya: insan. Tuhan karena kasihnya berbagi wewenang –meski terbatas– pada manusia untuk hadir, menikmati, dan jangan lupa, melestarikan. Tujuannya supaya nikmat tersebut dapat hadir berkesinambungan. Tuhan menetapkan norma-norma untuk dipatuhi manusia berikut hukuman untuk memperkecil peluang manusia selingkuh. Ia menetapkan jika mematuhi norma-Nya, selamatlah manusia, namun jika melawan maka otomatis hukum Tuhan yang bekerja dalam alam –lazim disebut Sunnatullah– akan menggilasnya, bahkan gilasannya dapat menimbulkan kematian. Contoh sederhana, hukum Tuhan menetapkan bahwa jika hutan ditebang seenaknya maka banjir dan tandus akan terjadi. Jika membuang limbah seenaknya, pencemaranlah yang terjadi. Dapat terjadi di udara, di darat maupun di laut. Bahkan hal tersebut telah disebut dalam kitab suci “telah terjadi kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia…” Artinya perusakan alam telah terjadi sejak zaman nabi dan turun wahyu, sudah terjadi sejak ribuan tahun dari zaman kita.

Tuhan menjelaskan bahwa ada ayat tertulis dan tak tertulis, yang tertulis lazim terhimpun dalam kitab suci. Bagaimana ayat yang tak tertulis? Ya, alam itulah. Alam banyak menyajikan ayat-ayat bukti kesempurnaan Tuhan. Ayat bisa bermakna pertanda. Manusia diperintah untuk berfikir bahwa alam adalah fasilitas yang diberi Tuhan supaya hidup menjadi mudah, nyaman atau praktis. Ujung-ujungnya adalah dengan demikian bangkit rasa syukur yang diwujudkan antara lain dengan terus membina hubungan dengan Tuhan –semisal dengan menyembahnya– serta melestarikan alam hingga akhir zaman. Hanya Tuhanlah yang berhak membinasakan alam ini –antara lain dengan gempa atau kiamat sekalian– dan perbuatan Tuhan tidaklah ditanya, tetapi perbuatan insan yang akan ditanya Tuhan kelak. Inilah yang nyaris tidak pernah dibahas dalam berbagai pendidikan agama: di sekolah, di masjid, di majlis ta’lim, tabligh akbar atau di mana saja. Maka kaum Muslim Indonesia termasuklah menjadi “terdakwa merusak alam” sebagaimana disindir dalam kitab suci tersebut di atas.

Perusakan alam Indonesia nyaris merambah segala segi: pencemaran darat, udara, air; penggundulan hutan, pemboman ikan dengan akibat merusak terumbu karang, penggalian pasir yang berakibat menggelamkan pulau atau longsor dan pembangunan di wilayah resapan air. Pelakunya bukan hanya orang yang menengah ke bawah yang umumnya karena desakan kebutuhan hidup namun juga –yang justru lebih berakibat parah– pelakunya adalah orang menengah ke atas, yang nota bene berpendidikan tinggi dan bermodal besar.

Kadang terjadi semacam kerja sama antara kedua kelompok tersebut: si miskin mendapat imbalan untuk merusak alam demi mengeruk untung untuk si kaya, si kaya cenderung terlindung si miskin jika bisnisnya terancam oleh pengusutan hamba hukum. Umumnya para hamba hukum hanya mampu menciduk para pelaksana di lapangan yang umumnya si miskin, adapun si kaya cenderung tak tersentuh. Bahkan untuk memastikan untuk aman, si pelaku bisnis bersekongkol dengan para hamba hukum, tentunya dengan imbalan yang menggiurkan, dan sukses! Para hamba hukum di Indonesia umumnya bergaji pas-pasan atau memang dasarnya serakah, walaupun bergaji cukup, dia ingin dapat lebih! Lagi-lagi terkait korupsi, kolusi dan nepotisme!

Bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 dapatlah dinilai sebagai memorandum keras dari Tuhan terhadap insan. Peringatan bahwa manusia adalah penghuni atau tegasnya bagian dari alam walau statusnya khalifah, bukan penguasa alam. Begitu mudah gelombang tersebut menyapu daratan karena wilayah pesisir tidak terlindung oleh hutan bakau, padahal konon hutan bakau mampu meredam gelombang tersebut hingga sekitar 40 persen. Bukan rahasia lagi jika banyak wilayah hutan bakau di Indonesia rusak (atau sengaja dirusak) lagi-lagi karena motif ekonomi: perut atau duit! Ada yang digusur untuk pemukiman mewah, pertambakan atau diambil kayunya. Dan untuk Indonesia, sebagian besar korban adalah kaum Muslim. Tidak peduli apa yang bersangkutan tekun shalat, tahan puasa, bolak-balik ke tanah suci, khusyu’ doa dan zikir berjam-jam. Tuhan tetap marah jika ciptaan-Nya dirusak!

Namun, dari balik musibah tersebut ternyata terselip kekuasaan Tuhan yang lain: beberapa masjid relatif masih utuh. Dapatlah ditafsirkan –walaupun mungkin terkesan dangkal– bahwa Tuhan masih memberi kesempatan bagi yang masih hidup untuk taubat dan bangkit dari musibah berawal dari masjid. Adapun yang tewas, semoga tuhan mengampuni mereka. Amiin.

Tidak ada komentar: